Ada orang bertanya didalam facebook: Numpang tanya saya masih bingung
kalimat 'KAMI' dalam QS, saya ambil 4 ayat surah saja YANG DI DALAM GUA HIRO:
AYAT YANG SAMBIL BERSUMPAH:
"Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa."
(Surat Al-Ma'arij : 40)
AYAT YANG SAMBIL BERSUMPAH:
"Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul KAMI kepada umat-umat sebelum kamu,
tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang pedih"
(Surat An-Nahl : 63)
AYAT YANG SAMBIL MENYOMBONGKAN DIRI:
"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain"
(Surat Al-Isra : 88)
AYAT YANG SAMBIL MENYOMBONGKAN DIRI:
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar"
(Surat Al-baqarah 2:23)
Dari semua isi surat YANG DI DALAM GUA HIRO tak ada satu pun tulisan ' KAMI ' itu memperkenalkan diri mereka.
Jadi Siapakah 'KAMI ' itu?
Sekarang mana bukti ayat QS yg menyatakan pada saya bahwa kata 'KAMI' memperkenalkan diri:
'KAMI (Aku Allah SWT)' atau 'KAMI (Allah SWT)'???
seperti kalimat ini memperkenalkan diri Muhammad:
'Hamba KAMI(Muhammad)'
QS 2:23
------------------------================-----------
AYAT YANG SAMBIL BERSUMPAH:
"Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa."
(Surat Al-Ma'arij : 40)
AYAT YANG SAMBIL BERSUMPAH:
"Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul KAMI kepada umat-umat sebelum kamu,
tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang pedih"
(Surat An-Nahl : 63)
AYAT YANG SAMBIL MENYOMBONGKAN DIRI:
"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain"
(Surat Al-Isra : 88)
AYAT YANG SAMBIL MENYOMBONGKAN DIRI:
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar"
(Surat Al-baqarah 2:23)
Dari semua isi surat YANG DI DALAM GUA HIRO tak ada satu pun tulisan ' KAMI ' itu memperkenalkan diri mereka.
Jadi Siapakah 'KAMI ' itu?
Sekarang mana bukti ayat QS yg menyatakan pada saya bahwa kata 'KAMI' memperkenalkan diri:
'KAMI (Aku Allah SWT)' atau 'KAMI (Allah SWT)'???
seperti kalimat ini memperkenalkan diri Muhammad:
'Hamba KAMI(Muhammad)'
QS 2:23
------------------------================-----------
Jawaban Muhammad Rizky
:
Kata jamak atau tepatnya kata
ganti orang pertama jamak, yakni "Kami", digunakan secara konsisten
bila dalam suatu aksi perbuatan malaikat ikut terlibat, bukan hanya Allah SWT
sendiri. Sebagai contoh: turunnya Al-Qur'an terjadi dengan partisipasi malaikat
Jibril (lihat QS 2:97). Oleh karena itu, jika membicarakan wahyu-wahyu Allah
SWT, kata majemuk "Kami" digunakan untuk mengakui peranan malaikat
Jibril (lihat QS 5:44 dan QS 15:9 di ). Begitu pula bilamana kata majemuk
"Kami" digunakan, kita tahu malaikat dilibatkan, dan Allah SWT menghargai
para malaikat atas partisipasi mereka (lihat juga QS. 70:40).
Dengan kata lain, dalam situasi dimana Allah SWT sendiri sebagai pelaku, kita mendapatkan bahwa Allah SWT mempergunakan bentuk kata tunggal atau kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga tunggal.
Dalam Bahasa Arab, dhamir 'nahnu' adalah bentuk kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami. Tapi dalam ilmu nahwu Al-Qur’an, maknanya bisa saja bukan “kami” tetapi “aku”, “saya” dan sebagainya.
Terkadang kita sering terjebak dengan pertanyaan seperti ini. Model pertanyaan seperti ini bisa jadi berangkat dari kepolosan dan keluguan, namun di sisi lain bisa jadi merupakan usaha untuk membodohi umat Islam yang awam dengan Bahasa Arab dengan menggunakan pertanyaan menjebak ini. Hal ini tidak aneh dan sudah sering dilakukan. Dengan bekal kemampuan Bahasa Arab seadanya, pertanyaan seperti ini sering dijadikan senjata buat umat Islam yang minim ilmunya.
Rasa Bahasa
Tapi bagi mereka yang memahami Bahasa Arab sebagai bahasa yang kaya dengan makna dan kandungan seni serta balaghah dan fashohahnya, pertanyaan seperti ini terkesan lucu dan jenaka. Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang separo-separo.
Dalam ilmu Bahasa Arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi.
Kata 'Nahnu` tidak harus bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah.
Contoh Perbandingan
Dalam Bahasa Indonesia ada juga penggunaan kata "Kami" tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang kepala sekolah dalam pidato sambutan pesta perpisahan anak sekolah berkata, "Kami sebagai Kepala Sekolah berpesan......." Padahal yang jadi kepala sekolah hanya dia seorang dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang "Kami". Lalu apakah kalimat itu menunjukkan bahwa kepala sekolah sebenarnya ada banyak atau hanya satu ? Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa dicerna oleh orang asing yang tidak mengerti rasa Bahasa Indonesia. Atau mungkin juga karena di Barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Selain kata 'Nahnu", ada juga kata 'antum' yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna ‘antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan 'antum', maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan 'anta'.
Kalau orang2 Kristen itu tidak bisa memahami urusan rasa bahasa ini, harap maklum saja, karena Alkitab/Bible memang telah kehilangan rasa bahasa. Bahkan bukan hanya kehilangan rasa bahasa, tapi juga orisinalitas sebuah kitab suci. Karena sudah merupakan terjemahan dari terjemahan yang telah diterjemahkan dari terjemahan sebelumnya. Ada sekian ribu versi Bible yang antara satu dan lainnya bukan sekedar tidak sama tapi juga bertolak belakang. Jadi wajar bila Bible mereka itu tidak punya balaghoh, logika, rasa dan gaya bahasa. Bible adalah tulisan karya manusia yang kering dari nilai sakral.
Contoh lain:
Di dalam Al-Quran ada penggunaan yang kalau kita pahami secara harfiyah akan berbeda dengan kenyataannya. Misalnya penggunaan kata 'ummat'. Biasanya kita memahami bahwa makna ummat adalah kumpulan dari orang-orang. Minimal menunjukkan sesuatu yang banyak. Namun Al-Quran ketika menyebut Nabi Ibrahim yang saat itu hanya sendiri saja, tetap disebut dengan ummat.
Sesungguhnya Ibrahim adalah ummat yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah). (QS. An-Nahl:120)
Dengan kata lain, dalam situasi dimana Allah SWT sendiri sebagai pelaku, kita mendapatkan bahwa Allah SWT mempergunakan bentuk kata tunggal atau kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga tunggal.
Dalam Bahasa Arab, dhamir 'nahnu' adalah bentuk kata ganti orang pertama dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami. Tapi dalam ilmu nahwu Al-Qur’an, maknanya bisa saja bukan “kami” tetapi “aku”, “saya” dan sebagainya.
Terkadang kita sering terjebak dengan pertanyaan seperti ini. Model pertanyaan seperti ini bisa jadi berangkat dari kepolosan dan keluguan, namun di sisi lain bisa jadi merupakan usaha untuk membodohi umat Islam yang awam dengan Bahasa Arab dengan menggunakan pertanyaan menjebak ini. Hal ini tidak aneh dan sudah sering dilakukan. Dengan bekal kemampuan Bahasa Arab seadanya, pertanyaan seperti ini sering dijadikan senjata buat umat Islam yang minim ilmunya.
Rasa Bahasa
Tapi bagi mereka yang memahami Bahasa Arab sebagai bahasa yang kaya dengan makna dan kandungan seni serta balaghah dan fashohahnya, pertanyaan seperti ini terkesan lucu dan jenaka. Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang separo-separo.
Dalam ilmu Bahasa Arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi.
Kata 'Nahnu` tidak harus bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah.
Contoh Perbandingan
Dalam Bahasa Indonesia ada juga penggunaan kata "Kami" tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang kepala sekolah dalam pidato sambutan pesta perpisahan anak sekolah berkata, "Kami sebagai Kepala Sekolah berpesan......." Padahal yang jadi kepala sekolah hanya dia seorang dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang "Kami". Lalu apakah kalimat itu menunjukkan bahwa kepala sekolah sebenarnya ada banyak atau hanya satu ? Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa dicerna oleh orang asing yang tidak mengerti rasa Bahasa Indonesia. Atau mungkin juga karena di Barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Selain kata 'Nahnu", ada juga kata 'antum' yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna ‘antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan 'antum', maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan 'anta'.
Kalau orang2 Kristen itu tidak bisa memahami urusan rasa bahasa ini, harap maklum saja, karena Alkitab/Bible memang telah kehilangan rasa bahasa. Bahkan bukan hanya kehilangan rasa bahasa, tapi juga orisinalitas sebuah kitab suci. Karena sudah merupakan terjemahan dari terjemahan yang telah diterjemahkan dari terjemahan sebelumnya. Ada sekian ribu versi Bible yang antara satu dan lainnya bukan sekedar tidak sama tapi juga bertolak belakang. Jadi wajar bila Bible mereka itu tidak punya balaghoh, logika, rasa dan gaya bahasa. Bible adalah tulisan karya manusia yang kering dari nilai sakral.
Contoh lain:
Di dalam Al-Quran ada penggunaan yang kalau kita pahami secara harfiyah akan berbeda dengan kenyataannya. Misalnya penggunaan kata 'ummat'. Biasanya kita memahami bahwa makna ummat adalah kumpulan dari orang-orang. Minimal menunjukkan sesuatu yang banyak. Namun Al-Quran ketika menyebut Nabi Ibrahim yang saat itu hanya sendiri saja, tetap disebut dengan ummat.
Sesungguhnya Ibrahim adalah ummat yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah). (QS. An-Nahl:120)
No comments:
Post a Comment